The Scary Khilafah
Oleh: Emha Ainun Nadjib
Esai, Khasanah, 5 Agustus 2017
Kenapa
dunia begitu ketakutan kepada Khilafah? Yang salah visi Khilafahnya
ataukah yang menyampaikan Khilafah kepada dunia? Sejak 2-3 abad yang
lalu para pemimpin dunia bersepakat untuk memastikan jangan pernah Kaum
Muslimin dibiarkan bersatu, agar dunia tidak dikuasai oleh Khilafah.
Maka
pekerjaan utama sejarah dunia adalah: dengan segala cara memecah belah
Kaum Muslimin. Kemudian, melalui pendidikan, media dan uang, membuat
Ummat Islam tidak percaya kepada Khilafah, AlQur`an dan Islam. Puncak
sukses peradaban dunia adalah kalau Kaum Muslimin, dengan hati dan
pikirannya, sudah memusuhi Khilafah. Hari ini di mata dunia, bahkan di
pandangan banyak Kaum Muslimin sendiri: Khilafah lebih terkutuk dan
mengerikan dibanding Komunisme dan Terorisme. Bahkan kepada setan dan
iblis, manusia tidak setakut kepada Khilafah.
Perkenankan saya
mundur dua langkah dan mencekung ke spektrum kecil. Juga maaf-maaf saya
menulis lagi tentang Khilafah. Ini tahadduts binni’mah, berbagi
kenikmatan. Banyak hal yang membuat saya panèn hikmah, pengetahuan, ilmu
dan berkah. Misalnya saya tidak tega kepada teman-teman yang mengalami
defisit masa depan karena kalap dan menghardik dan mengutuk-ngutuk tanpa
kelengkapan pengetahuan. Sementara saya yang memetik laba ilmu dan
berkahnya.
Ummat manusia sudah berabad-abad melakukan penelitian
atas alam dan kehidupan. Maka mereka takjub dan mengucapkan “Robbana ma
kholaqta hadza bathila”. Wahai Maha Pengasuh, seungguh tidak sia-sia
Engkau menciptakan semua ini. Bahkan teletong Sapi, menjadi pupuk.
Sampah-sampah alam menjadi rabuk. Timbunan batu-batu menjadi mutiara.
Penjajahan melahirkan kemerdekaan. Kejatuhan menghasilkan kebangkitan.
Penderitaan memberi pelajaran tentang kebahagiaan.
Saya juga
tidak tega kepada teman-teman yang anti-Khilafah. Tidak tega
mensimulasikan nasibnya di depan Tuhan. Sebab mereka menentang konsep
paling mendasar yang membuat-Nya menciptakan manusia. Komponen
penyaringnya dol: anti HTI berarti anti Khilafah. Lantas menyembunyikan
pengetahuan bahwa anti Khilafah adalah anti Tuhan. “Inni ja’ilun fil
ardli khalifah”. Sesungguhnya aku mengangkat Khalifah di bumi. Ketika
menginformasikan kepada para staf-Nya tentang makhluk yang Ia ciptakan
sesudah Malaikat, jagat raya, Jin dan Banujan, yang kemudian Ia lantik –
Tuhan tidak menyebutnya dengan “Adam” atau “Manusia”, “Insan”, “Nas”
atau “makhluk hibrida baru”, melainkan langsung menyebutnya Khalifah.
Bukan sekadar “Isim” tapi juga langsung “Af’al”.
Konsep Khilafah
dengan pelaku Khalifah adalah bagian dari desain Tuhan atas kehidupan
manusia di alam semesta. Adalah skrip-Nya, visi missi-Nya, Garis Besar
Haluan Kehendak-Nya. Khilafah adalah UUD-nya Allah swt. Para Wali
membumikannya dengan mendendangkan: di alam semesta atau al’alamin yang
harus dirahmatkan oleh Khilafah manusia, adalah “tandure wis sumilir,
tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar”. Tugas Khalifah adalah
“pènèkno blimbing kuwi”. Etos kerja, amal saleh, daya juang upayakan
tidak mencekung ke bawah: “lunyu-lunyu yo penekno”. Selicin apapun
jalanan di zaman ini, terus panjatlah, terus memanjatlah, untuk memetik
“blimbing” yang bergigir lima.
Khilafah adalah desain Tuhan agar
manusia mencapai “keadilan sosial”, “gemah ripah loh jinawi”, “rahmatan
lil’alamin” atau “baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghofur”. Apanya yang
ditakutkan? Apalagi Ummat Islam sudah terpecah belah mempertengkarkan
hukum kenduri dan ziarah kubur, celana congklang dan musik haram, atau
Masjid jadi ajang kudeta untuk boleh tidaknya tahlilan dan shalawatan.
Mungkin butuh satu milenium untuk mulai takut kepada “masuklah ke dalam
Islam sepenuh-penuhnya dan bersama-sama”. Itu pun sebenarnya tidak
menakutkan. Apalagi dunia sekarang justru diayomi oleh “udkhulu
fis-silmi kaffah”: masuklah ke dalam Silmi sejauh kemampuanmu untuk
mempersatukan dan membersamakan.
Hari-hari ini jangan terlalu
tegang menghadapi Kaum Muslimin. Kenduri yang dipertentangkan adalah
kenduri wèwèh ambengan antar tetangga, bukan kenduri pasokan dana
nasional. Toh juga dengan pemahaman ilmu yang tanpa anatomi, banyak
teman mengidentikkan dan mempersempit urusan Khilafah dengan Hizbut
Tahrir. HTI sendiri kurang hati-hati mewacanakan Khilafah sehingga dunia
dan Indonesia tahunya Khilafah adalah HTI, bukan Muhammadiyah atau
lainnya. Padahal HT maupun HTI bukan penggagas Khilafah, bukan pemilik
Khilafah dan bukan satu-satunya kelompok di antara ummat manusia yang
secara spesifik ditugasi oleh Allah untuk menjadi Khalifah.
Setiap
manusia dilantik menjadi Khalifah oleh Allah. Saya tidak bisa
menyalahkan atau membantah Allah, karena kebetulan bukan saya yang
menciptakan gunung, sungai, laut, udara, tata surya, galaksi-galaksi.
Bahkan saya tidak bisa menyuruh jantung saya berdetak atau stop. Saya
tidak mampu membangunkan diri saya sendiri dari tidur. Saya tidak
sanggup memuaikan sel-sel tubuh saya, menjadwal buang air besar hari ini
jam sekian, menit kesekian, detik kesekian. Bahkan cinta di dalam kalbu
saya nongol dan menggelembung begitu saja, sampai seluruh alam semesta
dipeluknya — tanpa saya pernah memprogramnya.
Jadi ketika Tuhan
bilang “Jadilah Pengelola Bumi”, saya tidak punya pilihan lain. Saya
hanya karyawan-Nya. Allah Big Boss saya. Meskipun dia kasih aturan dasar
“fa man sya`a falyu`min, wa man sya`a falyakfur”, yang beriman
berimanlah, yang ingkar ingkarlah – saya tidak mau kehilangan
perhitungan. Kalau saya menolak regulasi Boss, saya mau kerja di mana,
mau kos di mana, mau pakai kendaraan apa, mau bernapas dengan udara
milik siapa. Apalagi kalau saya tidur dengan istri, Tuhan yang berkuasa
membuatnya hamil. Bukan saya. Saya cuma numpang enak sebentar.
Hal-hal
seperti itu belum cukup mendalam dan rasional menjadi kesadaran
individual maupun kolektif Kaum Muslimin. Jadi, wahai dunia, apa yang
kau takutkan dari Khilafah? Andaikan Khilafah terwujud, kalian akan
diayomi oleh rahmatan lil’alamin. Andaikan ia belum terwujud, sampai
hari ini fakta di muka bumi belum dan bukan Khilafah, melainkan masih
Kaum Muslimin. Bahkan di pusatnya sana Islam tidak sama dengan Arab.
Arab tidak sama dengan Saudi. Saudi tidak sama dengan Quraisy. Quraisy
tidak sama dengan Badwy. Apa yang kau takutkan? Wahai dunia, jangan
ganggu kemenanganmu dengan rasa takut kepada fatamorgana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar